Menari di Tempurung TuakBolelebo tak bergema lamaBerganti kini dengan gemufamireMengaduk-aduk rasa banggaSuka dan cinta flobamorata maniseKepada siapa generasi kiniberkiblat mencari petuah leluhurdalam olah tangkas caci, jai, etu, rokatenda, gawiyang rukun dalam suku dan luluhkan ego diridalam rasa esa bergandengan tangan dalam damaiyang kini tinggal kenang lagi. Bolelebo, bae sonde bae,Bale nagi, gaja gora, mora samaMaumere manise, satar mezesejumput lagu rakyat yang meriuhdalam tandak, jai, gawi dan dolo-dolobapegang tangan tiada jarak suku dan agamameriang dalam cinta bersama tuak sebotol dan tempurungkeliling dari bibir ke bibir tanpa rasa jijik dan siniskarena cinta pada petuah: makan sewati (piring dari ayaman lontar)dan minum setempurung tuak. Denting musik dan tawamelebur dalam iramakita basaudara di nusa flobamoratadalam tenunan ragi (kain Bajawa) hangatkanpetuah leluhur: bersama tarian tempurungyang terus berpindah tandaskan tuak adatyang mengirama riang dalam jai dan gawirokatenda dan etu, caci dan dolo-dolo. (sumber retizen.republika.co.id)(Alfred B. Jogo Ena, pernah dimuat dalam bukuBUMI PEREDAM PRAHARA, Kosa Kata Kita)Lihat Puisi Selengkapnya
Source: Republika May 22, 2024 06:04 UTC